PERINGATAN DINI TSUNAMI


(Dimuat di harian Suara Merdeka, 10 Januari 2011)
Tsunami merupakan gelombang panjang dan stabil, dengan kecepatan tinggi, akibat gerakan lempeng dasar laut yang signifikan. Gerakan lempeng yang tiba – tiba itu mengakibatkan gangguan keseimbangan massa air di atasnya. Air laut bergejolak lalu timbul energi, ketika sampai di pantai membentuk gelombang besar tsunami. Pada beberapa kasus, tsunami juga bisa terjadi karena meletusnya gunung api bawah laut dan jatuhnya meteor ke laut.

Sangat disayangkan ketika tsunami Mentawai 25 Oktober 2010 terjadi, kita dengar beberapa peralatan pendeteksi dini tsunami hilang diambil tangan – tangan jahil tak bertanggung jawab. Sehingga jatuhnya korban jiwa pun tak dapat dielakkan.

Tsunami Aceh 26 Desember 2004 pun seharusnya bisa dideteksi sebelumnya. Setidaknya, jumlah korban jiwa bisa diminimalkan. Saat itu kita memang belum menguasai pengetahuan dan teknologinya. Namun, setelah bencana itu tejadi, pemerintah segera bergerak cepat merumuskan teknologi Peringatan Dini Tsunami. Tahun 2005 digagaslah Indonesian Tsunami Early Warning System (Ina-TEWS), bekerja sama dengan Amerika Serikat, Jerman, Cina, Jepang dan Perancis sebagai pendonor. Khusus dengan Jeman, dibentuk German – Indonesian Tsunami Early Warning System (GITEWS).

Ina-TEWS
Ina-TEWS merupakan sistem komprehensif, di dalamnya diterapkan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (Decision Support System - DSS). DSS adalah sistem yang mengumpulkan semua informasi dari hasil monitoring gempa, simulasi dan monitoring tsunami, serta deformasi kerak bumi setelah gempa terjadi. Kumpulan informasi ini merupakan faktor - faktor pendukung untuk menyiarkan berita peringatan dini tsunami.

Secara umum, Peringatan Dini Tsunami merupakan sistem yang mendeteksi tsunami, kemudian memberikan peringatan secara real-time kepada masyarakat. Umumnya, gelombang tsunami terbentuk pada kurun waktu tertentu setelah terjadi gempa di dasar laut. Cepat lambatnya tergantung jenis dan kekuatan gempa, dan berpotensi tsunami atau tidak. Biasanya, potensi tsunami terjadi pada gempa berkekuatan lebih dari 6.5 Skala Richter (SR), berpusat di tengah laut dangkal (0 - 30 km), dan pola sesarnya naik atau turun. Jika berpotensi tsunami, maka proses evakuasi penduduk bisa segera dilakukan.

DSS membantu pengambilan keputusan terhadap hasil pengamatan lapangan dan analisis yang telah dilakukan, agar informasi yang disampaikan pada masyarakat lebih akurat dan tidak membingungkan. Sederhananya, data – data lapangan, seperti data seismik dan data yang telah direkam GPS, Buoy dan Tide Gauge digunakan sebagai input DSS. Selanjutnya dilakukan pemodelan matematis atau simulasi. Pemodelan dilakukan untuk mendapatkan gambaran penjalaran gelombang tsunami, mulai dari pusat gempa (episentrum), pergerakan gelombang di samudra terbuka, hingga datangnya gelombang ke daratan. Hasil akhir DSS berupa Data Geospasial yang menjadi bagian penting keakuratan informasi.

Sistem Kerja
Sebagai gambaran, bila terjadi gempa, Seismograf akan mencatat informasi berupa kekuatan, lokasi dan waktu kejadian. Informasi itu selanjutnya dikirim melalui satelit ke Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jakarta. Selanjutnya, BMKG mengeluarkan “INFO GEMPA” yang disampaikan melalui peralatan teknis secara simultan. Data gempa dimasukkan dalam DSS untuk memperhitungkan apakah gempa berpotensi tsunami atau tidak.

Perhitungan dilakukan berdasarkan jutaan skenario pemodelan yang sudah dibuat terlebih dahulu. Kemudian, BMKG dapat mengeluarkan “INFO PERINGATAN TSUNAMI”. Data gempa ini juga akan diintegrasikan dengan data dari peralatan sistem peringatan dini lainnya (GPS, Buoy, Ocean Bottom Unit, Tide Gauge) untuk memberikan konfirmasi, apakah gelombang tsunami benar - benar sudah terbentuk.

Jika tsunami telah terbentuk, segera bisa diprediksi lokasi, waktu kedatangan, dan berapa ketinggian gelombang. Informasi ini disampaikan pada lembaga pemerintah, lembaga lokal manajemen bencana, pihak militer dan media. Masyarakat yang berisiko segera diberi peringatan bahaya, untuk selanjutnya dilakukan evakuasi. Ina-TEWS mampu menyampaikan informasi potensi tsunami, dalam waktu 3 – 5 menit sejak terjadinya gempa.

BMKG juga menyampaikan info peringatan melalui SMS ke pengguna ponsel yang sudah terdaftar dalam basis data BMKG. Cara penyampaian Info Gempa tersebut untuk saat ini adalah melalui SMS, Facsimile, Telepon, Email, RANET (Radio Internet), FM RDS (Radio Data System) dan melalui www.bmg.go.id.

Diresmikan Presiden
Indonesian Early Warning System (Ina-TEWS) diresmikan Presiden RI pada 11 November 2008. Serangkaian uji coba telah dilakukan di beberapa wilayah seperti Padang, Bali, Banten, Gorontalo, dan Bantul. Di Manado uji coba juga dilakukan bertepatan dengan perhelatan World Oceanic Conference 2009, dan di Aceh pada ajang Indian Oceanic Wave 2009. Ina-TEWS telah menjadi bagian penting Teknologi Peringatan Dini Tsunami dunia, karena data dan informasi yang dihasilkan menjadi acuan kondisi perairan Samudera Hindia dan Pasifik.