MEMBELAH LANGIT DENGAN JET PACK


Dimuat di harian Suara Merdeka, 17 Oktober 2011

Pada masa Perang Dunia II, Jerman melakukan eksperimen dengan membuat alat yang bisa membuat tentaranya terbang secara individual, melintasi perairan dan mendekati wilayah musuh tanpa rintangan. Alat itu diberi nama Himmelsturmer, berupa mesin jet ukuran kecil yang diletakkan di punggung dan dilengkapi kontrol pengendali arah. Pada perkembangannya, alat sejenis itu lalu dikenal dengan sebutan jet pack.

The Jetman
Sejak itu, eksperimen serupa banyak dilakukan negara – negara lain, baik secara institusional, maupun individual. Seperti yang dilakukan Yves Rossy, veteran pilot pesawat tempur Swiss, dan kapten maskapai Swiss International Airlines. Dirinya merancang jet pack seperti Himmelsturmer, namun ditambahi sayap, sehingga bentuknya mirip pesawat tempur.

Jet pack ini dilengkapi empat mesin Jet-Cat P200 berbahan bakar kerosene. Untuk melindungi tubuhnya dari api dan hawa panas mesin jet, Rossy mengenakan pakaian yang biasa digunakan pembalap mobil profesional atau petugas pemadam kebakaran. Dan untuk perlindungan ekstra, dirinya menambah dengan pelindung panas berbahan fiber karbon.

Dalam penerbangan yang dilakukan, pria 51 tahun ini tak bisa langsung terbang dari darat. Rossy harus menaiki pesawat terbang atau helikopter terlebih dahulu, hingga mencapai ketinggian yang diinginkan. Dari pesawat tersebut dirinya melompat ke luar, menghidupkan mesin jet, lalu terbang. Untuk mendarat, Rossy menggunakan parasut yang merupakan bagian dari jet pack.

Sedangkan untuk menyalakan mesin jet, laki – laki yang telah merancang jet pack ini selama 15 tahun, menggunakan sistem starter elektronik. Sistem ini membuat empat mesin jet bekerja secara simultan. Rossy menjelaskan, ketika terbang dirinya harus mengatur pergerakan kepala, lengan dan kakinya, agar posisi tetap stabil dan tak terjadi gerakan yang tak terkontrol. Layaknya pesawat tempur, Rossy juga mampu bermanuver menggunakan tubuhnya, dibantu alat pengendali di tangannya.

Pria yang menyebut dirinya The Jetman ini mengklaim, dia adalah yang pertama kali mampu menjaga kestabilan ketika terbang horizontal. Ini berkat sayap berbahan karbon yang bisa dilipat. Sayap ini juga bisa dilepas ketika dirinya sedang di udara. Dan sayap tersebut tak akan hancur ketika menyentuh tanah, sebab telah dilengkapi parasut.

Rossy sukses melakukan penerbangan pertama kali dengan jet pack yang dia buat, pada 24 Juni 2004 di Jenewa, Swiss. Hingga kini, laki – laki yang juga dijuluki Rocketman ini telah melakukan puluhan penerbangan. Yang terbaru, pada 7 Mei 2011 lalu, dirinya terbang di atas Grand Canyon selama delapan menit, dengan kecepatan mencapai 305 kilometer per jam. Ini adalah penerbangannya yang pertama di wilayah Amerika Serikat.

Gryphon
Pada September 2007 lalu, tim ilmuwan dari ESG Elektroniksystem und Logistik Jerman, melakukan uji coba jet pack individual yang serupa dengan milik Yves Rossy. Jet pack ini diberi nama Gryphon. Bisa dikatakan, Gryphon merupakan eksperimen lanjutan dari Himmelsturmer, sebab aplikasinya lebih dikhususkan untuk kepentingan militer.

Berbeda dari rancangan Rossy, Gryphon dilengkapi tabung oksigen, serta helm dengan teknologi heads up display yang umum dikenakan pilot pesawat tempur. Jet pack ini juga memiliki ruang penyimpanan dengan kapasitas sebesar 22 kilogram. Tim ilmuwan ESG menuturkan, nantinya Gryphon akan ditambah pula dengan sistem kendali arah berbasis komputer, sehingga tak lagi manual seperti sekarang.

Gryphon mampu melesat dengan kecepatan mencapai 217 kilometer per jam. Perbedaan lain dengan jet pack buatan Rossy, berkat sistem parasut yang telah diperbaharui, pilot yang mengenakan Gryphon bisa berada di udara selama yang dibutuhkan, sebab tak ada batasan waktu untuk segera mendarat.

Lebih lanjut tim ilmuwan ESG menerangkan, pada sebuah operasi militer, Gryphon bisa digunakan oleh Unit Pasukan Khusus untuk terjun dari tempat yang tinggi, lalu terbang menuju target yang jaraknya puluhan kilometer. Sehingga, helikopter atau pesawat pengangkut tak perlu berada di zona berbahaya untuk menerjunkan pasukan.

Tenaga Besar
Namun, seperti halnya jet pack ciptaan Yves Rossy, Gryphon juga tak bisa terbang langsung dari darat. Tom Benson dari NASA memaparkan, agar pesawat terangkat ke udara, dibutuhkan tenaga yang sangat besar. Itu sebabnya, di lintasan terlebih dahulu pesawat harus meluncur dengan kecepatan tinggi sebelum terbang. Kecepatan itu menyebabkan terjadinya ’dorongan aerodinamik’, sehingga pesawat bisa terangkat.

Maka, supaya jet pack bisa terbang dari darat, sang pilot harus berlari dengan kecepatan sangat tinggi, agar diperoleh kondisi dorongan aerodinamik. Atau, bisa juga menggunakan mesin jet dengan tenaga yang luar biasa besarnya, sehingga mampu mengangkat jet pack ke udara.

SRIBOGA CUSTOMER CENTER, UPAYA LEBIH DEKAT DENGAN KONSUMEN


www.sriboga-flourmill.com

Semakin terbukti, di usianya yang masih 13 tahun, Sriboga Raturaya semakin tajam menancapkan kukunya di kancah industri terigu nasional. Menjadi yang terdepan dalam inovasi produk terigu, tak membuat Sriboga berpuas diri. Sebab, untuk menghadapi persaingan bisnis, tak cukup hanya mengandalkan produk berkualitas. Kesetiaan konsumen juga perlu dipelihara, lewat hubungan baik yang selalu terjaga.

Sriboga Customer Center
Sriboga sadar betul makna konsumen, karena mereka merupakan bagian penting dari keluarga besar perusahaan ini. Tanpa konsumen, Sriboga tak mungkin tumbuh menjadi besar dan bergengsi. Tanpa konsumen, terigu produksi Sriboga tak mungkin dicintai masyarakat luas, seperti yang sekarang terjadi. Maka, sudah wajib hukumnya bagi Sriboga menjaga hubungan baik dengan para konsumennya.

Demi kepentingan itu, Sriboga merasa perlu menyediakan wadah bagi para konsumen untuk mendapatkan segala informasi dan jawaban yang dibutuhkan, berkenaan dengan produk dan program kemitraan Sriboga. Maka dibentuklah Sriboga Customer Center (SCC), sebagai sarana komunikasi dan informasi antara Sriboga dengan semua konsumen

SCC diharapkan bisa menjadi tempat yang ramai disambangi para konsumen yang ingin bertanya, berkeluh kesah, atau mengadukan ketidakpuasan kepada Sriboga. Sebab, SCC dibentuk memang untuk melayani kebutuhan konsumen. Dari komunikasi yang terjalin baik, tentunya akan semakin menumbuhkan kedekatan di antara kedua pihak. Hal tersebut disampaikan Bapak Didi Nugrahadi sebagai Direktur Penjualan dan Pemasaran PT. Sriboga Raturaya, saat acara peresmian kantor SCC Semarang.

SCC Semarang
Pada 24 September 2011 kemarin, Sriboga menggelar acara peresmian SCC Semarang. Kantor yang terletak di jalan Gajah Mada No. 19 ini merupakan lokasi ke tiga. Sebelumnya, SCC telah dibuka di Yogyakarta dan Surabaya.

Peresmian SCC Semarang dihadiri para pelaku Usaha Kreatif Mandiri (UKM) Mitra Sriboga, distributor dan konsumen premium seperti Pizza Hut dan Nissin. Ketika ditanya, apa kesan dan pesan mereka dengan dibukanya kantor ini, umumnya mereka menghimbau agar Sriboga bisa lebih dekat dengan konsumen, sehingga semakin dicintai.

Mereka juga berharap bisa mendapatkan keterangan, mengenai apa saja manfaat SCC bagi konsumen, khususnya bagi UKM yang jauh dari Semarang dan belum tersentuh media informasi modern. Pada kesempatan yang sama, perwakilan UKM juga menghaturkan rasa terima kasih yang mendalam, sebab selama ini merasa dihargai oleh Sriboga, lewat pelayanan yang ramah dan bimbingan yang bersifat kekeluargaan.

Sementara itu, Bapak Alwin Arifin selaku Direktur Utama PT. Sriboga Raturaya menuturkan, dengan kehadiran SCC Semarang ini, hendaknya permasalahan yang berhubungan dengan ketidakpuasan bisa diselesaikan lebih cepat. Sehingga jumlah konsumen yang mengajukan keluhan bisa lebih ditekan. Beliau juga memberikan instruksi, Departemen Penjualan dan Pemasaran sebagai pengelola SCC, harus mampu menerobos pasar baru yang belum pernah dijamah pesaing.

Baking Clinic
Masih di acara yang sama, para undangan yang hadir berkesempatan meninjau ruangan dan fasilitas yang dimiliki kantor SCC Semarang. Diawali pengguntingan pita oleh Ibu Cut Sjahrain Arifin. Ketika memasuki kantor ini, terlihat ruang tunggu yang sejuk dan bersih. Para Mitra Sriboga yang nantinya mengunjungi kantor ini, pasti akan merasa nyaman.

Di lantai dua, terdapat beberapa ruangan, salah satunya adalah ruang pelatihan memasak (baking clinic). Di ruangan ini, para undangan berkenan menyaksikan kegiatan pelatihan yang tengah diikuti beberapa UKM Mitra Sriboga. Ibu Aswita Hasril, yang menjabat Direktur Sumber Daya Manusia dan Budaya Perusahaan PT. Sriboga Raturaya, didaulat membuka secara simbolis kegiatan baking clinic pertama yang diadakan di kantor ini. Dalam pelatihan itu, Bapak Alwin tampak antusias memperhatikan demonstrasi yang ditampilkan para peserta.

Dari ruang baking clinic, para undangan kemudian diajak melihat ruangan manajemen di lantai tiga, yang menjadi akhir tinjauan singkat ini. Dengan dikenalkannya fasilitas SCC kepada para undangan, diharapkan para Mitra Sriboga merasa ikut memiliki kantor ini. Sehingga tak perlu ragu jika sewaktu – waktu ingin berkunjung dan menyampaikan sesuatu, atau membutuhkan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi, sekiranya Sriboga bisa membantu. Dengan demikian, tujuan utama dibentuknya Sriboga Customer Center, bisa benar – benar terwujud.

SELUBUNG AJAIB, TANK TEMPUR PUN TAK TERLIHAT


Dimuat di Harian Suara Merdeka, 3 Oktober 2011

BAGI sebagian orang, menjadi tak terlihat adalah sebuah fantasi. Sebab, apa pun yang diinginkan bisa dilakukan. Bagi negara - negara yang sedang berkonflik, kendaraan tempur yang tak terlihat bisa sangat efektif memporakñporandakan pertahanan lawan.

Di masa lalu, hal seperti ini hanyalah bualan tak berarti. Namun tak berapa lama lagi, teknologi yang membuat benda ñ benda menjadi tak terlihat, akan segera terwujud.
Secara umum, teknologi seperti itu diberi nama invisibility cloak, atau selubung yang menyebabkan benda menjadi tak terlihat. Teknologi ini bekerja menggunakan prinsip optik, yaitu membelokkan / memutar cahaya mengelilingi objek, sehingga mata manusia tertipu, tak bisa melihat apa pun kecuali lingkungan di sekitar objek itu berada. Sebagai contoh, jika sebuah gelas di atas meja ditutupi invisibility cloak, maka kita hanya bisa melihat meja kosong, dan tak bisa melihat gelas yang sebenarnya.

Selubung yang dimaksud, merupakan sebuah materi buatan bernama ’’metamaterial’’, yang merupakan inti dari teknologi ini. Metamaterial memiliki indeks refraksi negatif, sehingga memicu terjadinya birefringence atau refraksi ganda. Pada panjang gelombang cahaya tertentu, birefringence membuat objek seolah tertutup selubung, sehingga menjadi tak terlihat.
Hukum dasar fisika mengatakan, sebuah benda akan terlihat jika cahaya yang mengenainya dipantulkan ke mata. Namun dalam invisibility cloak, cahaya yang jatuh pada objek akan dibelokkan oleh metamaterial, sehingga objek menjadi tak terlihat.

Ketika gelombang cahaya bergerak dari indeks medium rendah ke indeks yang lebih tinggi, gelombang tersebut berbelok menuju garis perpendikular ke permukaan. Namun pada metamaterial, cahaya yang memasuki material berindeks negatif, gelombangnya berbelok ke arah berlawanan, seolah dipantulkan di luar garis perpendikular.

e-Camouflage
Contoh aplikasi invisibility cloak adalah yang dikembangkan Departemen Pertahanan Inggris. Teknologi itu bernama e-Camouflage. Dalam uji coba yang dilakukan beberapa tahun lalu, kamera dan proyektor yang digunakan mampu membuat sebuah tank tempur menjadi tak terlihat.

Kamera dipasang pada tank dan berfungsi mengambil gambar lingkungan di sekitarnya. Lalu, gambar dikirim secara real time kepada proyektor, yang kemudian diproyeksikan pada tank yang sudah ditutupi invisibility cloak , sehingga pengamat hanya melihat gambar lingkungan di sekitar tank, tanpa bisa melihat wujud tank yang sesungguhnya.
Masih dengan konsep kamera dan proyektor, ilmuwan dari Tokyo University bernama Profesor Susumu Tachi, juga pernah melakukan uji coba invisibility cloak.
Dengan kamera yang diletakkan di belakang seorang model, jubah yang dikenakannya tampak tembus pandang, sehingga orang bisa melihat apa pun yang ada di belakang tubuh model.

Menanggapi kedua uji coba tersebut, Sir John Pendry dari Imperial College London, menyayangkan teknologi invisibility cloak yang ada saat ini. Sebab masih tergantung pada kehadiran kamera dan proyektor. Namun dirinya optimistis, di masa yang akan datang, fungsi kamera dan proyektor tak lagi diperlukan.

Selubung Karpet

Penelitian invisibility cloak yang lebih terkini adalah yang dilakukan Profesor Jingjing Zhang bersama timnya dari tiga perguruan tinggi, yaitu Denmark Technical University, University of Birmingham dan Imperial College London. Penelitian itu diberi nama ’’selubung karpet’’ (carpet cloak).
Penelitian yang dirilis dalam jurnal Optics Express pada April 2011 ini, merupakan upaya penyempurnaan. Teknologi invisibility cloak yang telah ada sebelumnya, masih memiliki kendala. Ukuran selubung harus jauh lebih besar dari objek yang ditutupi. Permasalahan ini dipecahkan Profesor Zhang menggunakan bahan bernama silicon on insulator (SOI).
Bahan ini bersifat anisotropik, yaitu tiap sudut memiliki karakter fisik yang berbeda. Satu hal penting dalam pembuatan selubung karpet adalah, pemasangan silikon pada lapisan paling atas SOI. Silikon yang digunakan harus sesuai ukuran dan strukturnya. Pemasangan yang benar akan menentukan panjang gelombang cahaya, yang nantinya berpengaruh pada proses penyelubungan (cloaking).

SOI menjadikan selubung karpet memiliki ukuran yang hanya sedikit lebih besar dari benda yang ditutupi. Ini lebih sederhana dibanding teknologi terdahulu. Layaknya benda yang ditutup karpet, maka akan terlihat adanya tonjolan di atasnya. Dalam penelitian ini, Profesor Zhang bersama timnya berhasil menciptakan ilusi, yaitu menyembunyikan tonjolan tersebut, sehingga terlihat seperti bidang datar. Itu sebabnya, teknologi ini disebut selubung karpet.