(Dimuat di Harian Suara Merdeka, 5 Juli 2009)
Anda warga Kota Semarang dan sekitarnya, masih ingatkah dengan City Walk Kota Lama Semarang ?. Pada medio Agustus 2007 lalu Pemkot Semarang punya hajatan besar bertajuk Semarang Pesona Asia (SPA). Saat itu tersiar kabar kota Semarang mempunyai sebuah Ciwalk atau City Walk yang berlokasi di Jl Merak, sepanjang kurang lebih 400 meter, yang terletak di sisi selatan Polder Tawang. Dimulai dari ujung barat laut, tempat Tugu Reclame Kiost peninggalan Belanda terletak, hingga perempatan Jl Cendrawasih.
Ciwalk yang diusulkan Bappeda dengan mengambil anggaran APBN 2007 sebesar Rp 1 miliar ini menyuguhkan sajian utama berupa wisata kuliner dan tempat untuk berjalan – jalan atau sekedar duduk – duduk di sepanjang bibir kolam polder..
Namun sekarang bagaimana kabarnya City Walk Kota Lama Semarang ?. Masih adakah gerangan dirinya ?. Tidak berapa lama setelah berakhirnya hajatan SPA, Ciwalk itu ternyata telah kembali pada habitatnya semula, sebagai ruas jalan biasa dengan sisa – sisa keindahan yang dua tahun lalu dipersiapkan untuk gelaran SPA.
Saya ingin menunjukkan konsep yang dianut oleh tiga City Walk di kota Bandung, yang sukses dan ramai dikunjungi tidak hanya oleh warga Bandung dan sekitarnya saja, tapi juga oleh warga Jakarta di setiap akhir pekan, yaitu Cihampelas Walk (Ciwalk), Parijs van Java (PVJ) dan Braga City Walk (BCW).
Ketiganya menganut konsep mal yang dilengkapi area terbuka dalam satu kawasan yang sama. Konkritnya begini, selain bangunan mal seperti mal pada umumnya, tepat di sebelahnya juga terdapat ruas jalan dengan atap terbuka bagi pejalan kaki, di mana di sebelah kanan dan kiri ruas jalan itu terdapat etalase - etalase toko dan juga beberapa kafe dan resto. Jadi masyarakat memiliki dua tujuan sekaligus ketika menyambangi kawasan Ciwalk itu. Ingin berbelanja atau sekedar Eye Shopping di bagian mal-nya, lalu dilanjutkan berjalan – jalan atau duduk – duduk dan ngobrol – ngobrol santai bersama teman – teman, dikelilingi taman – taman hijau yang sejuk oleh semilir angin, ditemani secangkir teh atau kopi hangat dan camilan - camilan ringan, sambil menikmati indahnya udara sore, atau bahkan makan malam di salah satu Terrace Cafe yang tersedia di sana.
Jika dibandigkan dengan Ciwalk Kota Lama, orang akan lebih memilih Warung Semawis di Kampung Pecinan Semarang, yang memiliki konsep serupa, namun dengan suasana yang lebih khas dengan ciri budaya negeri Cina-nya, sehingga gregetnya lebih terasa. Itu sebabnya Ciwalk Kota Lama tidak bertahan lama. Akan lebih bermanfaat jika gedung - gedung di kawasan Kota Lama difungsikan sebagai sentra kuliner khusus kalangan menengah ke atas, seperti yang telah dipelopori Restoran Ikan Bakar Cianjur, dan terbukti sukses menarik pengunjung.
Lalu apakah Semarang memiliki ruang untuk konsep Ciwalk seperti yang dimiliki kota Bandung ?. Bukan hanya ruang, tapi kota Semarang memiliki potensi yang sangat besar untuk hal ini. Saya pribadi berharap Mal Paragon City yang sedang dalam tahap pembangunan, bisa menjadi jawabannya. Kawasan DP Mal pun sebenarnya juga berpotensi untuk rancangan Ciwalk seperti itu, jika seandainya bangunan Rukan Pemuda Mas dan tempat parkirnya diganti dengan taman hijau tempat orang bisa duduk – duduk santai. Sri Ratu Pemuda juga bisa dibuat seperti itu. Dan juga kawasan - kawasan lain yang sekiranya memungkinkan. Kita berharap konsep ini bisa diadopsi oleh para pemilik usaha, investor dan juga Pemkot Semarang, dalam usaha pengembangan dan peningkatan kualitas pariwisata kota Semarang.
Contohnya sudah ada dan terbukti berhasil. Tidak ada salahnya jika konsep itu dicoba diaplikasikan di kota Semarang ini. Warga Semarang pasti akan menyambutnya dengan riang gembira. Semarang akan dibanjiri para wisatawan luar kota, tidak hanya dari Jawa Tengah dan Yogyakarta saja, bahkan juga mungkin dari Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Semarang tidak lagi hanya sebagai kota transit untuk sekedar membeli Loenpia, Wingko Babat dan Bandeng Presto saja, tapi menjadi kota tujuan utama pariwisata Jawa Tengah. Semoga.