(Dimuat di Harian Suara Merdeka, 30 Agustus 2009)
Di setiap hari Minggu, ada pemandangan berbeda terlihat di ruas jalan Abdurrahman Saleh Semarang. Pemandangan yang hanya bisa disaksikan dari sekitar jam 6 hingga jam 8 pagi.
Mulai dari depan Museum Ronggowarsito hingga depan kantor Pegadaian, ditemui banyak gelaran dagangan seperti halnya di seputaran Simpang Lima. Kiri dan kanan ruas jalan dipadati berbagai barang kebutuhan rumah tangga sehari – hari. Mulai dari mainan anak – anak, pakaian, makanan ringan, ember, pot dan banyak jenis barang lain, dengan harga yang menyenangkan. Bahkan, para orang tua juga bisa mengajak anak – anak mereka mengendarai Andhong dengan rute Museum Ronggowarsito - Jalan Sri Rejeki Utara - Jalan WR. Supratman - Jalan Pamularsih - lalu kembali ke Museum. Cukup dengan Rp. 5000, dijamin suasana Minggu pagi menjadi meriah.
Pasar rakyat ini rupanya mendapat sambutan positif dari warga sekitar. Terbukti banyak sekali yang datang menyambangi. Ada yang memang dengan sengaja pagi – pagi ke sini, masih mengenakan piyama dan cuci muka seadanya, bersama suami sambil menggendong anak. Ada pula yang menyempatkan mampir sepulang berolah raga. Namun ada pula yang sekedar nongkrong sambil menikmati suasana. Bahkan ada yang datang dari tempat yang agak jauh sehingga perlu mengendarai kendaraan bermotor. Mau tidak mau tempat – tempat parkir pun bermunculan di sana.
Menurut seorang pedagang, antusias pengunjung yang berbelanja membuat dirinya mendapatkan tambahan penghasilan yang lumayan, selain juga berjualan di kios atau toko. Dia juga menambahkan, sejak dibuka pertama kali sekitar empat tahun lalu, hingga kini semakin banyak pedagang yang datang. Beberapa dari mereka adalah para korban PHK. Awalnya, pasar rakyat ini hanya menempati area pinggir jalan di depan Museum Ronggowarsito, berhadapan langsung dengan bunderan Kalibanteng. Namun kini meluas hingga ke Jalan Abdurrahman Saleh.
Para pedagang juga datang dari berbagai tempat. Ada yang dari dalam kota Semarang, ada pula yang dari Gunung Pati, Kebumen bahkan Padang Sumatra Barat. Mereka bersedia datang dari jauh berjualan di sini karena potensinya besar. Mereka berharap lokasi ini bisa terus ramai dikunjungi seperti halnya di Simpang Lima. Itung – itung membantu pemerintah mengurangi kepadatan di Simpang Lima, meski tidak banyak.
Wajah Kalibanteng menjadi berbeda dengan hadirnya pasar rakyat ini. Jika selama ini warga sekitar sudah dihibur dengan tontonan pesawat yang sedang Take Off dan Landing di Bandara Ahmad Yani, Pasar Rakyat Kalibanteng menjadi hiburan tambahan bagi masyarakat di hari Minggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar