AKU NGGAK SENGAJA
Cerpen. (Dimuat di harian Solopos, 25 Juli 2004)
Suatu hari di sebuah toko buku….
“Eh, sorry”.
“Kurang ajar !. Kamu sengaja ya ! Mau curi – curi kesempatan ya !”.
“Enak aja. Siapa yang mau curi – curi kesempatan?”.
“Buktinya kamu nyolek pantatku !”.
“Aku nggak nyolek. Aku mau ngambil buku itu tapi nggak sengaja kena pantatmu”.
“Alaaah alasan !. Muka seperti kamu emang muka – muka mesum”.
“Hei, jangan sembarangan ya kalo ngomong !!”.
“Emangnya kenapa, kamu mau pukul aku ?. Pukul kalo berani !. Udah nyolek masih mau mukul juga ?”.
“Dasar cerewet. Awas kamu… tak sobek – sobek mulutmu nanti !”.
“E…e…e… ada apa ini, kok ribut – ribut ?”, seorang satpam datang.
“Dia nyolek pantat saya, pak satpam”.
“Bohong pak !. Saya nggak ada maksud, saya nggak sengaja”.
“Iya, tapi kan sama aja. Artinya tangan kamu sudah menyentuh pantatku !. Sama aja kan?”.
“Lain dong !. Saya kan nggak sengaja. Kalo disengaja, rasanya lebih nikmat. Kalo nggak disengaja, nggak kerasa apa – apa”, kata si pemuda
“Benar begitu…. eh siapa namamu ?”, tanya pak satpam kepada pemuda itu.
“Jolobiyo, pak”.
“Benar begitu nak Jolobiyo?”.
“Saya nggak bohong pak satpam. Coba deh bapak buktiin sendiri”.
Sesaat kemudian…
“Kok pak satpam ikut – ikutan nyolek pantat saya sih?”, protes perempuan itu.
“Eh… enggak… saya cuma mau buktiin, bener nggak omongan si Jolobiyo ini”.
“Gimana pak ?”, tanya Jolobiyo kemudian.
“Kamu betul anak muda. Rasanya memang lain”.
“Lho, bagaimana urusannya ini ?. Saya malah dua kali dicolek. Gimana sih ?”.
“Mbak…. siapa namnya tadi?”, tanya pak satpam.
“Paula”.
“Mbak Pau, mas Jolobiyo ini nggak salah, soalnya dia nggak sengaja, dan dia nggak merasakan nikmat apa – apa”.
“Berarti pak satpam dong yang salah ?”.
“O nggak bisa. Saya kan penegak hukum di sini. Saya nggak bisa disalahkan. Justru tugas saya mencari siapa yang salah untuk selanjutnya dihukum”.
“Tapi pak satpam tadi udah nyolek pantat saya”.
“Itu hanyalah cara saya untuk mencari pembuktian. Itu bukan kesalahan”.
“Terus gimana dong ?”.
“Begini saja. Kalian berdua berdamai saja. Mbak Pau balas saja nyolek pantat Jolobiyo ini”.
“Ah nggak mau. Pantatnya tepos”.
“Enak aja main balas. Aku nggak mau dicolek sama perempuan ini !”.
“Terus gimana dong ?”.
“Ask the audience1). Kita tanya pengunjung toko buku ini yang sedari tadi sudah melihat ribut – ribut ini. Bagaimana bapak – bapak, ibu – ibu ?”, pak satpam berusaha mencari jalan tengah.
“Setujuuu !”.
“Colek !”.
“Cium !”.
“Jambak !”.
“Tampar !”.
“Masukin penjara !”.
“Telanjangin !”.
“Bilangin ke ibunya !”.
“Pelecehan !”.
“Hidup emansipasi !”.
“Merdeka !”.
“Sunat !”.
“Campur sari !”.
“Astaghfirullah !”.
“Pak, bukunya dibayar dulu!”.
“Aku ra melu – melu lho !”.
“Stooooooooooopppp !!!”.
Suasana hening…
“Kalian apa – apaan sih ?. Dimintain pendapat malah ribut sendiri – sendiri !”.
“Kita nggak bisa pake cara ini pak satpam”, kata Jolobiyo.
“Lalu ?”.
“Phone a friend2)”.
“Ok, boleh kita coba. Anak muda, kamu mau telpon siapa?”.
“Kakek saya”.
“Kenapa ?”.
“Dulu dia juga pernah mengalami masalah seperti ini”.
“Ok. Mbak Pau, mau nelpon siapa ?”.
“Komnas HAM”.
“Kenapa ?”.
“Saya sudah dirugikan”.
“Ok. Kita mulai. Kamu duluan Jolobiyo. Waktu anda 60 detik dari… sekarang”.
Sesaat kemudian…
“Hallo eyang, saya lagi ada masalah nih. Saya nggak sengaja nyolek pantat cewek, dan sekarang dia marah sama saya. Gimana dong, saya mesti gimana nih. Padahal saya kan nggak sengaja“.
“Ceweknya seksi nggak ?”.
“Ya, lumayan sih”.
“Kamu tadi nyolek yang sebelah kiri atau kanan?”.
“Kayaknya sebelah kiri deh”.
“Kalo gitu, sekarang colek aja yang sebelah kanan, beres kan?”.
“Aduh, eyang gimana sih, kok malah begitu ?. Ya udah deh, makasih banget eyang”.
“Cukup, waktu habis !. Sekarang giliran mbak Pau. Silahkan mbak, waktu anda 60 detik dari… sekarang”.
Sesaat kemudian…
“Gimana mbak…?”.
“Aduh, tulalit, telponnya lagi rusak”.
“Kalo gitu kita ke pilihan yang terakhir. Fifty fifty3)”.
“Apa pilihannya pak satpam?”.
“Jolobiyo, kamu harus mau dicolek sama mbak Pau atau… kalau nggak mau, kamu mesti masuk penjara!”.
“Apa ?!. Aku nggak mau !. Enak banget dia nyolek pantat saya”.
“Aku juga nggak mau nyolek pantat dia. Pantatnya tepos. Nggak adil dong. Lihat nih pantatku, semok kan ?”.
“Ya udah, terserah kalian. Pilihannya cuma itu”.
“Ok lah. Nih, silahkan”, Jolobiyo menyodorkan pantatnya untuk dicolek.
Sesaat kemudian…
“Pak satpam lihat tuh, dia menikmati nyolek pantatku”.
“Alaaah, kamu juga menikmati dicolek sama dia. Naaah, beres kan. Sekarang salaman, masalah sudah selesai”.
“Cium… cium… cium… !”.
“Sosor !”.
“Peluk !”.
“Gendong !”.
“Pangku !”.
“Geret !”.
“Pulangnya anterin !”.
“Minum es teh !”.
“Campur sari !”.
“Aku melu… aku melu !”.
“Alhamdulillah !”.
“Mulih… mulih, acarane wis bar !”.
Selesai
1) Salah satu alternatif dalam menjawab pertanyaan pada kuis Who Wants to be a Millionaire. Penonton diperbolehkan membantu memilihkan jawaban yang tepat melalui alat yang telah disediakan.
2) Salah satu alternatif dalam menjawab pertanyaan pada kuis Who Wants to be a Millionaire. Peserta diberi kesempatan menghubungi sesorang yang ada di rumah untuk membantu memilihkan jawaban yang tepat.
3) Salah satu alternative dalam menjawab pertanyaan pada kuis Who Wants to be a Millionaire. Dua pilihan jawaban dihilangkan untuk mempermudah peserta memilih jawaban yang tepat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar