(Sriboga) BERANI DAN MODAL NEKAD


www.sriboga-flourmill.com

Seperti kebanyakan orang yang ingin keluar dari hidup yang serba terbatas, Sodikin pun rela meninggalkan kampungnya tercinta, untuk mengadu nasib di tempat lain. Dan yang menjadi pilihannya adalah kota Semarang, yang menjanjikan masa depan bagi orang – orang di sekitar Jawa Tengah.

Menderita Di Awal Tahun
Sodikin pun hijrah ke Semarang dan bekerja di bagian food court pada sebuah perusahaan. Setelah beberapa tahun bekerja di sana, Sodikin merasa tak mungkin bisa jadi orang sukses jika terus – terusan jadi karyawan. Dia sadar harus maju, harus berubah. Sodikin pun mulai berpikir membuka usaha sendiri. Dan yang jadi pilihannya adalah martabak, sebab menurutnya cara membuatnya mudah.

Dibantu Sunarti sang istri, Sodikin mengawali usaha pada tahun 1993 dengan berjualan secara kaki lima. Bukan hanya martabak, dirinya juga menambah dengan tahu petis. Namun, kenyataan memang tak seindah harapan. Karena perantau, dirinya sama sekali tak punya teman di Semarang. Sehingga tak tahu strategi apa yang harus dijalankan agar sukses berjualan di kota ini. Akibatnya, di awal tahun usahanya tak memberikan hasil maksimal. Sehari dia hanya mendapatkan keuntungan Rp. 11.000.

Sodikin lalu berpikir, dia harus melakukan sesuatu untuk menghidupi keluarganya. Dirinya lalu mencoba berjualan durian. Tapi ternyata itu pun tak berhasil, sebab Sodikin tak memperoleh keuntungan apapun. Hal itu memaksanya kembali berpikir keras.

Hingga kemudian dia memutuskan menarik becak di siang hari, dan malamnya berjualan martabak, dengan kondisi badan yang sudah lelah setelah menarik becak. Sodikin menuturkan, setidaknya selama kurang lebih delapan tahun dirinya belum bisa menikmati hasil dari perjuangan yang dilakukan.

Secercah Harapan
Walaupun lelah, Sodikin tetap menjalaninya dengan sabar. Dirinya sadar harus terus bergerak. Hingga kemudian bisnisnya menunjukkan secercah harapan di tahun 1998, ketika dirinya punya keinginan membuka kantin sekolah. Berkat informasi dari teman, Sodikin lalu menemui seorang kepala sekolah walaupun tidak kenal, untuk mengutarakan niatnya. Dirinya melakukan itu hanya dengan modal nekad dan keberanian.

Dan Sodikin pun akhirnya diberi kesempatan membuka kantin di sekolah tersebut. Lalu, dengan modal nekad dan keberanian pula, dirinya berinisiatif bergabung dengan Asosiasi Perusahaan Jasaboga Indonesia (APJI). Ini dia lakukan agar wawasan dan pergaulannya semakin luas, yang nantinya akan bermanfaat bagi kemajuan usahanya.

Kini, dengan usaha berlabel ”Martabak Bang Sodik” usahanya mulai banyak dikenal dan memiliki dua cabang. Apalagi ketika seorang ajudan Walikota Semarang memesan martabak yang dia buat, untuk menjamu tamu dalam sebuah acara. Berkat rekomendasi sang ajudan, Walikota Semarang pun termasuk dalam daftar pelanggan setianya. Sodikin kini juga melayani pesanan untuk pesta pernikahan. Tak tanggung – tanggung, dirinya mampu memenuhi permintaan hingga sepuluh gedung di hari Sabtu dan Minggu.

Modal Nekad
Sodikin menuturkan, kunci kesuksesannya adalah berani dan modal nekad serta optimis. Dan yang tak kalah penting, untuk perantau seperti dirinya, harus segera punya teman, sebab itu sangat membantu kelancaran usaha. Dan dari berteman dengan Sriboga Raturaya, dirinya menemukan bahan baku yang tinggi kualitasnya.

Lebih dari itu, Sodikin dan istri juga merasa dihargai, sebab mendapatkan bimbingan usaha lewat sarana Koperasi Mitra Sriboga. Selain itu, dia juga diajak mengunjungi sentra industri kecil lain untuk studi banding. Setelah belasan tahun berbisnis martabak, Sodikin sudah mendapatkan hasil yang semakin melebarkan senyumnya. Omzet usahanya mencapai 30 juta per minggu, dengan konsumsi empat sak Beruang Biru dan Tali Emas per minggunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar