IBADAH SEBAGAI SEBUAH KEBUTUHAN

(Dimuat di harian Suara Merdeka, 9 Agustus 2009)


Sebagai umat beragama kita menyadari bahwa beribadah merupakan sebuah kewajiban yang harus dijalankan. Namun jika dipikir – pikir lebih dalam lagi, ibadah semestinya juga merupakan sebuah kebutuhan bagi umat pemeluk agama. Bagaimana bisa ?.

Jika kita menganggap ibadah hanya sebagai sebuah kewajiban semata, seringkali disertai dengan perasaan terpaksa, malas - malasan, menjadi beban, tidak sukarela dan tidak senang hati dalam melaksanakannya. Seperti hal – hal lain yang sifatnya wajib, misalnya wajib membayar pajak, wajib masuk kantor jam delapan, wajib berangkat tugas luar kota yang lokasinya jauh, serta kewajiban – kewajiban lainnya, ibadah merupakan sesuatu hal yang sifatnya mutlak, mengikat dan ada sanksi hukuman bila tidak melaksanakannya.

Namun jika kita menganggap ibadah juga sebagai sebuah kebutuhan, maka kita akan menjalankannya secara ikhlas, sukarela, senang hati dan tidak terpaksa. Seperti hal – hal lain yang sifatnya sebuah kebutuhan yang harus selalu dipenuhi, misalnya kebutuhan untuk makan, kebutuhan untuk berpakaian, kebutuhan untuk melanjutkan hidup, serta jenis – jenis kebutuhan lainnya, ibadah merupakan sesuatu hal yang tidak bisa lepas dari diri kita sebagai manusia.

Karena pada dasarnya setiap detik dalam hidup manusia selalu dalam keadaan membutuhkan pertolongan dari Allah SWT. Manusia tidak akan pernah bisa lepas dari pertolongan Allah, pertolongan berupa petunjuk kepada jalan yang benar, pertolongan berupa rezeki dan kelancaran dalam mengarungi kehidupan di dunia.

Pertolongan agar selalu dilindungi dari hal – hal yang tidak diinginkan, pertolongan agar selalu mendapatkan anugerah Islam, serta pertolongan – pertolongan lain yang inti dari kesemuanya itu adalah agar manusia selamat dalam perjalanan dan sampai pada tujuan paling akhir yaitu akhirat, dalam hal ini surga.

Itu sebabnya jika kita menjadikan ibadah sebagai sebuah kebutuhan, maka kita akan selalu ingat bahwa ibadah yang kita lakukan secara ikhlas, tanpa beban dan senang hati itu akan berbuah imbalan berupa pahala dari Allah, dan pahala demi pahala yang kita peroleh dan kumpulkan itu akan menjadi bekal dan penyelamat kita ketika sampai pada Yaumul Hisab, dimana pada Hari Perhitungan itu manusia akan ditanya oleh Allah mengenai amalan – amalan ibadah selama hidup di dunia, apakah kita menjalankan ibadah dengan baik atau tidak, khusyuk atau tidak, ikhlas atau tidak.

Jika selama hidup di dunia kita memiliki tabungan pahala yang berlimpah ruah, maka kita boleh merasa tenang karena insya Allah kita akan dikumpulkan bersama orang – orang lain yang berhak menikmati kehidupan di surga. Namun jika yang terjadi adalah sebaliknya, tabungan pahala kita hanya sedikit, maka hampir bisa dipastikan bahwa tabungan yang sedikit itu tidak cukup untuk dijadikan bekal menuju surga, bekal itu hanya cukup digunakan sampai di neraka saja.

Maka selamat datang di neraka dengan segala penderitaannya, sebagai akibat ulah manusia sendiri karena tidak beribadah dengan benar selama hidup di dunia, padahal Allah sudah memberikan waktu dan kesempatan yang seluas – luasnya dan selebar – lebarnya. Allah pun selalu membukakan pintu taubatnya bagi manusia, tapi lagi – lagi manusia tidak mau memanfaatkan kesempatan yang baik itu.

Oleh karenanya, agar hal itu tidak terjadi pada diri kita kelak, maka mari kita sama – sama beribadah dengan baik dan benar, dengan senang hati dan ikhlas. Mari kita jadikan ibadah sebagai sebuah kebutuhan dengan selalu mengingat – ingat imbalan besar yang akan kita dapatkan jika kita menjalankannya. Lagipula, Allah menciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya.

“Telah Kusediakan balasan untuk hamba-Ku yang saleh
apa – apa yang belum pernah dilihatnya, dan belum pernah didengarnya,
malahan tidak pernah terang – terangan di dalam pikirannya”
Hadits Riwayat Tirmizi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar