ONE FOR ALL, NOT ALL FOR ONE

Kita semua menyetujui bahwa manusia diciptakan oleh Allah pada dasarnya saling berbeda. Tidak ada manusia baru yang diciptakan sama dengan manusia sebelumnya. Bahkan sepasang manusia kembar pun pasti memiliki perbedaan. Perbedaan – perbedaan yang sifatnya sangat mendasar itu diantaranya adalah perbedaan karakter, sifat, jiwa, pola pikir dan tingkah laku.

Namun di sisi lain manusia juga ditakdirkan sebagai makhluk sosial, bahwa manusia kodratnya pasti berinteraksi dan bersosialisasi dengan manusia – manusia lain, itulah yang disebut dengan bergaul dan bermasyarakat. Dengan perbedaan – perbedaan yang ada pada diri manusia, manusia tetap dituntut untuk berinteraksi dengan manusia lain.

Sebagai imbas dari perbedaan – perbedaan yang mendasar itu, maka di dalam pergaulan timbul manusia – manusia yang membentuk kelompok – kelompok, yang pada awalnya didasarkan pada kesamaan sifat dan pola pikir. Hal itu kemudian menimbulkan adanya kecocokan dan saling nyambung dalam berkomunikasi. Dari sana kemudian timbul apa yang disebut dengan teman dekat, sahabat, teman kumpul – kumpul, teman satu geng, dan sebutan – sebutan lain yang menyerupainya.

Namun bukan berarti bahwa manusia – manusia yang berbeda sifat dan pola pikir itu tidak bisa saling bergaul. Agar jalannya proses bersosialisasi dan berinteraksi tetap lancar dan tidak timbul perselisihan, maka manusia - manusia dalam suatu kelompok yang memiliki sifat dan pola pikir yang saling berbeda itu harus menerapkan sikap saling memahami, menghargai dan menghormati perbedaan – perbedaan tersebut, selayaknya kodratnya sebagai seorang manusia. Dengan sikap saling menghargai maka akan timbul rasa tentram dan nyaman berada di dalam kelompok itu.

Namun sering terjadi dalam sebuah kelompok pergaulan, ada satu atau dua orang anggota yang aneh, yang secara banyak hal dia berbeda dari mayoritas anggota kelompok yang lain. Macam – macam hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan itu. Selain karena perbedaan sifat dan pola pikir yang memang sudah menjadi kehendak Allah, perbedaan itu bisa terjadi karena perbedaan profesi, perbedaan tingkat ekonomi, perbedaan kebiasaan – kebiasaan, perbedaan cara bergaul, perbedaan cara berkomunikasi, serta perbedaan pada banyak hal lainnya.

Lalu bagaimana ceritanya orang dengan banyak perbedaan seperti itu bisa menjadi bagian dari sebuah kelompok yang secara mayoritas berbeda dengan orang tersebut ?. Penyebabnya bermacam – macam. Mungkin saja orang tersebut memiliki sesuatu yang bisa membuatnya diterima menjadi bagian dari kelompok itu.

Mungkin saja orang tersebut memiliki tingkat ekonomi yang lebih tinggi dari mayoritas anggota kelompok yang lain, maka secara tidak sengaja, secara tidak disadari, secara otomatis, secara tidak direncanakan, secara alami dia seolah – olah menjadi pemimpin di dalam kelompok itu, dan mengendalikan orang – orang yang ada didalam kelompok itu. Suatu hal yang wajar terjadi, bukan ?.

Namun saya pribadi tidak setuju dengan hal seperti itu. Interaksi sosial yang terjadi seperti di atas tidak akan berjalan langgeng, cepat atau lambat orang – orang yang menjadi mayoritas di dalam kelompok itu akan meninggalkan dirinya, karena cepat atau lambat orang itu secara tidak sadar dan tidak sengaja akan berubah dari seolah – olah seorang pemimpin menjadi seolah – olah seorang penguasa. Hal itu membuat anggota - anggota yang lain menjadi tidak nyaman dan sebisa mungkin menghindari dirinya.

Hal itu tidak perlu terjadi seandainya orang itu dengan penuh kerelaan dan kesadaran bersedia dan sudi menyesuaikan diri dengan anggota – anggota yang lain yang nota bene mayoritas. Orang itu seharusnya mau memahami dan memperhatikan bagaimana karakter dari orang – orang yang ada di dalam kelompok itu, lalu menyesuaikan diri dengan mereka, bagaimana caranya agar dia juga bisa cocok dengan mereka.

Jangan menonjolkan ke – aku – an diri, jangan bersikap manipulatif dan semaunya sendiri. Bersikaplah yang luwes dan rendah hati, jangan kaku. Jadi bukan orang lain yang dituntut untuk menghargai dan menyesuaikan diri dengan dirinya, tapi dirinyalah sebagai minoritas yang harus menghargai dan menyesuaikan diri dengan mayoritas, begitulah hukumya pergaulan.

Entah teman – teman percaya atau tidak, pada dasarnya perasaan cocok atau tidak cocok antara seseorang dengan yang lainnya itu didasarkan pada aura atau hawa atau chemistry dari masing – masing diri manusia, yang asalnya dari dalam tubuh dan bisa dirasakan oleh manusia lain. Ada manusia, misal si A, yang secara chemistry merasa cocok dengan seseorang, misal si B, namun orang lain, misal si C, belum tentu juga merasa cocok dengan si B.

Jadi jika si C merasa tidak cocok dengan si B, hal itu sifatnya sangatlah alami, sudah menjadi kehendak Allah menjadi seperti itu, dan tidak bisa dipaksa untuk dirubah agar si C menjadi cocok dengan si B. Yang bisa dilakukah adalah saling menyesuaikan diri dengan cara saling menghargai dan memahami. Namun bila hal itu tetap tidak bisa dilakukan, ya bergaul saja dengan orang lain yang memiliki chemistry yang sama, bukan begitu ?.

“Seseorang akan disukai dan disenangi oleh orang lain,
jika orang lain merasa senang dan nyaman berada di dekat dirinya”
Anonimus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar