TERIMA KASIH

(Dimuat di harian Suara Merdeka, 21 Februari 2009).


Seorang uastadz gaul yag kita kenal dengan nama Jeffry Al Buchori dalam sebuah tausyiahnya pernah menerangkan tentang makna lain dari kata majemuk ‘terima kasih’. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa ‘terima kasih’ adalah sebuah ungkapan yang lazim diucapkan ketika seorang manusia Indonesia mendapatkan atau menerima sesuatu rezeki Allah, baik itu berupa barang ataupun non barang dari orang lain, sebagai ungkapan rasa syukur dan penghargaan atas sesuatu yang diterima itu.

Uje, begitu biasanya ustadz ini dipanggil, menjelaskan bahwa ada makna lain dari kata ‘terima kasih’ ini. Menurut saya pribadi, bisa jadi makna inilah yang menjadi filosofi awal terciptanya kata ‘terima kasih’ sebagai sebuah ungkapan dalam bahasa Indonesia. Jadi begini, dalam menjelaskan makna lain dari kata ‘terima kasih’ ini, Uje memisahkan terlebih dulu kata majemuk ini menjadi dua kata yang terpisah dan mandiri.

Yang pertama, kata ‘terima’. Dalam pemahaman kita bersama sebagai orang Indonesia, kata ‘terima’ memiliki arti mendapatkan sesuatu baik itu berupa barang atau non barang dari orang lain. Yang kedua, kata ‘kasih’. Kita juga memahami bahwa kata ‘kasih’ memiliki arti yang berhubungan dengan perasaan cinta, sayang dan kelembutan kepada sebuah objek, baik itu objek bergerak maupun tidak bergerak.

Namun dalam bahasa percakapan dan pergaulan sehari – hari, ‘kasih’ juga memiliki arti lain yaitu : beri, berikan. Sebagai contoh kalimat : Aku dikasih tau Temon di mal sedang ada pameran komputer. Dimana kata ‘kasih’ disitu memiliki arti : diberitahu.

Nah, atas dasar arti kata yang ke dua inilah Uje kemudian menerangkan makna lain kata ‘terima kasih’. Jadi, ‘terima kasih’ artinya menerima dan bersyukur atas sesuatu rezeki Allah yang dikirim melalui seorang manusia, lalu memberikan sebagian dari apa yang diterima itu kepada orang lain yang membutuhkan.

Maksudnya, ketika kita menerima sesuatu barang dari orang lain, misalnya mendapatkan kiriman makanan dari tetangga, maka kita juga harus memiliki keinginan untuk mengirimkan makanan kepada tetangga lain yang sekiranya berkekurangan. Atau misalnya begini, setiap bulan kita mendapatkan gaji dari profesi yang digeluti, maka berikanlah sebagiannya sebagai infaq dan sedekah yang besarnya tidak harus 2.5%, namun menurut keikhlasan masing – masing orang.

Ketika kita mendapatkan sesuatu yang bersifat non barang dari orang lain, seperti misalnya mendapatkan pujian, atau ucapan selamat, atau ketika orang lain mendoakan kebaikan untuk kita, tentunya kita juga mengucapkan ‘terima kasih’, bukan ?. Nah, ketika kita menerima ucapan – ucapan yang baik dari orang lain seperti itu, maka kita juga jangan sungkan – sungkan memberikan ucapan – ucapan dan doa – doa yang baik kepada orang lain yang mungkin sedang dilanda masalah atau kekurangan. Yang paling penting adalah harus benar – benar ikhlas, karena sebesar apapun sebuah amalan ibadah, jika ada setitik saja rasa tidak ikhlas di dalam hati, maka Allah tidak akan meridhoi dan sia – sialah amalan ibadah itu.

Dari situ terlihatlah bahwa kata ‘terima kasih’ ternyata memiliki makna tersembunyi yaitu sedekah. Jika dirunut ke belakang, terlihat pula bahwa sejak zaman dahulu kala ketika kata ‘terima kasih’ ini tercipta di bumi Indonesia, Allah telah memberikan petunjuk kepada para pendahulu bangsa Indonesia untuk bersedekah. Luar biasa, bukan?. Nah sekarang tinggal kita para penerus bangsa, bagaimana mau menyikapi petunjuk yang sudah diberikan Allah ini.

“Sedekah adalah pintu gaib untuk penambahan rezeki”
Ahli Hikmah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar